ASEAN Plus - Indoneseia Partnership and Long Term Hopes

SW25
0

Oleh : Samsul Pasaribu - Wartawan limakabar.com

foto ilustrasi

ASEAN Plus-Indonesia Partnership


ASEAN atau Association of Southeast Asian Nations (Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara) adalah organisasi kerjama regional negara-negara yang berada di kawasan Asia Tenggara. Diusianya yang ke-56 tahun, ASEAN kini memiliki 11 anggota terdiri dari Indonesia, Malaysia, Singapura, Vietnam, Thailand, Brunei Darussalam, Philipina, Myanmar, Laos, Cambodja dan Timor Leste sebagai anggota termuda namun belum memiliki hak suara.


Dibentuknya ASEAN pada 1967 di Bangkok, Thailand ditujukan utnuk mensejahterakan dan memanjukan negara-negara di Asia Tenggara. 11 anggota ASEAN yang ktia kenal saat ini bukanlah negara pertama yang menginisiasi lahirnya ASEAN. Diawal-awal pembentukkannya ASEAN hanya terdiri dari 5 negara yaitu; Indonesia, Malaysia, Philipina, Singapura dan Thailand. Kelima negara ini berikutnya dikenal sebagai Founding Fathers of ASEAN.


Seiring berjalannya waktu, 6 negara lainnya berangsur-angsur masuk sebagai anggota negara anggota ASEAN, yaitu; Brunei Darussalam pada 7 Januari 1984, Vietnam pada 28 Juli 1995, Laos dan Myanmar pada 23 Juli 1997 dan Cambodja pada 30 April 1999. Teranyar, Timor Leste secara prinsip diterima sebagai anggota ke-11 pada November 2022.


Kehadiran ASEAN sebagai organisasi kawasan dimaksudkan untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi, sosial dan budaya. Meningkatkan kerjasama mewujudkan perdamaian dan stabilitas keamanan serta menjadi problem solving forum yang berkaitan dengan permasalahan bersama. ASEAN dimaksudkan pula sebagai jembatan dibangunnya berbagai kerjasama strategis mulai dari bidang pertahanan, pendidikan, profesional, administrasi dan teknik, agar terjadi proses transfer of knowledge (transfer pengetahuan) menuju negara-negara ASEAN yang sejajar dan setara.


 ASEAN juga membuka diri pada forum kerjasama negara dan atau organisasi  internasional yang memiliki kesepahaman yang sama dengan tujuan dasar dirikannya ASEAN. Keterbukaan tersebut untuk menjejaki kemungkinan dijalinnya kerjasama yang semakin erat satu dengan yang lainnya.


Untuk menjaga soliditas anggota ASEAN, sejak didirikannya telah menetapkan prinsip-prinsip dasar pada apa yang disebut sebagai Treaty of Amity and Cooperation in Southeast Asia (TAC) 1976. Prinsip tersebut menjadi kebenaran umum atau dasar realitas dalam menjalankan organisasi ASEAN secara berkesinambungan.


Pada TAC 1976 tersebut secara tegas diatur asas saling menghormati kedaulatan, kemerdekaan, kesetaraan, keutuhan wilayah serta identitas nasional semua bangsa. Internal negara ASEAN juga dilarang saling mencampuri urusan dalam negeri negara di kawasan,  penolakan atas ancaman dan kekerasan dan menyelesaikan permasalahan di kawasan secara damai.


Apa yang menjadi tujuan dasar deklarasi ASEAN 56 tahun lalu, kiprahnya sudah memberikan dampak luar biasa terhadap perkembangan negara-negara ASEAN di kawasan. ASEAN tampil sebagai organisasi kawasan yang mengglobal. Bahkan, ASEAN tidak lagi menjadi milik ASEAN itu sendiri tetapi menjadi milik dunia internasional.


Strategisnya peran ASEAN saat ini telah dilirik oleh dunia internasional. Hal itu dibuktikan melalui kehadiran kepala-kepala negara diluar anggota ASEAN pada forum-forum ASEAN. Layaknya forum-forum internasional lainnya di dunia seperti G20, G7 dan lain sebagainya, ASEAN telah mendapat tempat dan perlakuan yang sejajar dari kepala pemerintahan dan kepala negara termasuk dari organisasi-organisasi internasional.


Long Term Hopes of ASEAN Plus


KTT ASEAN di Jakarta, Indonesia pada tahun 2023 ini adalah yang ke-43 kalinya digelar. KTT ini pertama kali dihelat pada tahun 1976 di Bali, Indonesia. Sejak perhelatan pertama tersebut, Keketuaan ASEAN dipegang secara bergiliran oleh negara-negara di kawasan.


Indonesia sendiri tercatat sudah enam kali dipercaya sebagai tuan rumah (ketua) KTT ASEAN. Yang menarik, dalam kurun waktu 1,4 tahun, Indonesia menjadi ketua ASEAN masing-masing pada KTT ke-42 di bulan Mei 2022 di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur dan KTT ke-43 tahun 2023 di Jakarta.


Penyelenggaraan KTT ASEAN di Indonesia selalu menarik perhatian dunia internasional. Bukan hanya pada sajian penyelenggaraanya yang dikonsep se-Indonesia mungkin, namun juga tingginya animo pemimpin-pemimpin dunia untuk hadir dan berpartisipasi aktif menyukseskan tujuan dari KTT itu sendiri.


Untuk tahun 2023 ini, tercatat sejumlah kepala negara diluar ASEAN. Masing-masing; Perdana Menteri Kanada, Justin Trudeau, Perdana Menteri Republik Rakyat Tiongkok, Li Qiang, Perdana Menteri Jepang. Fumio Kishida. Teranyar, Wakil Presiden Amerika Serikat (AS), Kemala Harris turut hadir mewakili Presiden AS, Joy Biden.


Kehadiran sejumlah kepala negara diluar ASEAN tersebut menjadikan KTT ke-43 ini menjadi ivent multy KTT. Disebut sebagai multy KTT karena, selain KTT Induknya, di waktu yang bersamaan juga digelar KTT ke-26 ASEAN-Republik Rakyat Tiongkok (RRT), KTT ke-24 ASEAN-Republik Korea, KTT ke-26 ASEAN-Plus Three (APT) dan KTT ASEAN-Amerika Serikat.


Lantas, apa harapan yang ingin dititipkan oleh Indonesia pada gelaran multy KTT ASEAN tahun 2023 ini?


Pada pembukaan KTT ke-24 ASEAN-Republik Korea, Presiden Joko Widodo mengungkapkan bahwa Republik Korea adalah masa depan ASEAN. Pernyataan ini merujuk kepada komitmen Republik Korea terhadap pengurangan ketergantungan pada energi fosil dan mengganti dengan energi terbarukan.


Presiden berpandangan, Republik Korea berhasil mentransformasi energinya ke energi terbarukan dan menjadikan ASEAN tergantung pada negeri Gingseng tersebut hingga 78 persen. Artinya, Republik Korea dalam waktu yang relatif singkat, berhasil ‘menarik’ negara-negara ASEAN pada satu kepentingan yang sama, yaitu energi terbarukan.


Isu energi terbarukan ini, bukan barang baru dalam problema energi internasional. Namun, meskipun bukan isu baru, Republik Korea berhasil menjadikannya momentum untuk menjadi yang pertama, tidak lagi tergantung terhadap energi fosil. Keberhasilan itu, menjadikan Republik Korea sebagai ‘kiblat’ dalam transformasi energi internasional.


Jika Republik Korea bisa menjadi barometer transformasi energi terbarukan, tentu Indoensia juga bisa melakukan hal yang sama. Mungkin, tidak pada aspek energi terbarukan (dalam waktu dekat ini), tapi pada sektor lain dalam hal ini, sektor pariwisata.


Bukankah, Indonesia dikenal sebagai negeri jamrud di khatulistiwa? Istilah ini merujuk pada keindahan alam, keberagaman adat dan budaya dan keramah-tamahan masyarakatnya. Keunggulan itu, jika dikelola secara optimal, bahkan super-super optimal, akan menggelarkan sektor lainnya khususnya ekonomi.


Menparekraf RI, Sandiaga Uno pernah mengatakan mayoritas negara maju dan berkembang saat ini tumbuh dari industri pariwisata. Pengelolaan yang serius menghadirkan daya tarik sendiri bagi wisatawan untuk ‘betah’ berlama-lama di Indonesia. Sebenarnya, langkah ini sudah dimulai pemerintah melalui kebijakan penetapan destinasi wisata super prioritas.


Tujuh kawasan pariwisata meliputi; Tanjung Kelayang, Wakatobi, Morotai, Tanjung Lesung, Kepulauan Seribu, Danau Toba, Borobudur dan Bromo tersebut ‘wajib’ menjadi fokus pemerintah. Pembenahan sektor pariwisata harus dijadikan komitmen yang berkelanjutan, seperti komitmen Republik Korea terhadap energi terbarukan.


Dari aspek IPM, Republik Korea jauh diatas rata-rata Indonesia. IPM Repubik Korea bertengger pada posisi 23 di Dunia dengan poin 0,916. Sedangkan Indonesia pada posisi 111 dengan poin 0,707. Bahkan, Malaysia sendiri jauh diatas kita yaitu pada posisi 62 dengan poin 0,810. 


Ketertinggalan itu tentu harus terus ditingkatkan dengan memperbaiki banyak sektor. Tetapi, ada beberapa sektor yang sudah menjadi bonus demografi bagi Indonesia. Selain dari mayoritas sektor strategis saat ini dipegang oleh kawula muda, atau mayoritas penduduk Indonesia diisi oleh generasi usia produktif, juga adanya karunia alam yang membentang dari Sabang hingga Merauke. Dari ribuan bentangan alam nan indah dengan keanekaragaman kultur budaya didalamnya, pemerintah telah menetapkan tujuh diantaranya. Maka, fokus terhadap pembenahan sektor pariwisata itu harus diseriusi secara berkelanjutan.


Momentumnya adalah 10 hingga 15 tahun kedepan. Karena, bonus yang dimiliki Indonesia saat ini (bonus demografi) dibatasi oleh ruang dan waktu. Diterima atau tidak, generasi produktif sekarang akan bertransformasi menjadi generasi semi produktif dan berakhir menjadi tidak produktif. Oleh karena itu, kesempatan mengoptimalkan potensi besar Indonesia yaitu kekayaan alamnya harus dikelola dengan memanfaatkan bonus demografi tersebut secara serius, komprehenship dan substainable.


Apakah berhasil? Tentu saja berhasil. Puluhan tahun Indonesia mengelola destinasi wisata Bali dengan sangat serius dan kini Bali menjadi kiblat pengelolaan sektor pariwisata internal Indonesia. Bahkan, Bali kerap dijadikan kiblat dunia oleh beberapa negara dari aspek pengelolaan industri pariwisata.


Indonesia harus memiliki ciri dan karakternya sendiri di mata ASEAN dan global. Menjadi bagian ASEAN dan global, Indonesia punya komitmen dalam berbagai bidang seperti energi terbarukan, isu lingkungan, ekonomi, sosial dan budaya. Persoalan itu dapat diselesaikan seraya fokus dalam pengembangan satu sektor prioritas yaitu pariwisata.


Pembenahan sektor ini akan berimplikasi terhadap sektor-sektor lain, bahkan bersentuhan langsung terhadap komitmen terhadap sektor lain seperti ekonomi, lingkungan, sosial dan budaya.


Kita ingin pada KTT ASEAN diperiode-periode berikutnya, di negara mana pun itu dilaksanakan, akan ada kalimat yang terlontar seperti ini “Indonesia adalah masa depan ASEAN” merujuk pada keberhasilan mempertahankan komitmen mengelola industri pariwisata. Bahkan tak ada dunia yang tidak mengenal destinasi super prioritas nasional Indonesia.


“Kini, tidak ada warga dunia yang tidak pernah berkunjung ke Indonesia,” begitu katanya mereka pada KTT ASEAN saat itu.


Tulisan ini diikut sertakan dalam lomba Penulisan Media Gathering KPW BI Sibolga Tahun 2023

Tags

Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)