Bersama masyarakat dan pecinta lingkungan, PT Agincourt Resources melepas tukik di Pantai Barat Muara Opu, Kecamatan Batangtoru, Tapanuli Selatan, pada Minggu (7/1/2024). (Dok: PTAR) |
MUARA BATANGTORU - PT Agincourt Resources (PTAR) secara bertahap siap melepaskan 1000 ekor tukik (anak penyu) ke habitatnya, tepatnya di Pantai Barat Muara Opu, Kecamatan Muara Batangtoru, Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, pada Minggu (7/1/2023).
Dalam aksi peduli tersebut, PTAR menggandeng Lembaga Ovata Indonesia dalam menjalankan program jangka panjangnya guna menyelamatkan ekosistem penyu dari kepunahan.
Kedepan PTAR bersama Ovata Indonesia akan menjalankan program mencakup observasi Penyu melalui penyediaan fasilitas konservasi, pembentukan tim patrol, tim perawatan telur dan Tukik, pengamanan area, penjaga pantai serta pengembangan riset konservasi pesisir.
Penyu sendiri memiliki peran peran ekologis dalam menjaga keseimbangan alam laut khususnya pengaruhnya terhadap pertumbuhan terumbu karang. Layaknya dokter laut, jumlah Penyu yang banyak akan memberi dampat lingkungan yang sehat bagi ekosistem.
"Ini komitmen kami dari sisi pengelolaan lingkungan dan keanekaragaman hayati," kata Wira Dharma Putra, Deputy Manager Operations PTAR, disela-sela pelepasan Tukik tahap pertama (kwartal I/2024) tersebut.
Wira mengutarakan, PTAR berkomitmen mengikuti dan menjalankan kaidah pertambangan yang baik, sesuai dengan peraturan yang berlaku. Komitmen tersebut acap kali dioptimalkan dengan menggandeng sejumlah perguruan tinggi dan peneliti terkemuka. Termasuk dalam memelihara keanekaragaman hayati Penyu.
"Pelepasan Tukik ini diharapkan dapat menjadi langkah penting dalam menjaga keanekaragaman hayati laut dan mendukung pelestarian lingkungan di wilayah sekitar operasional perusahaan," jelasnya.
"Kedepan kami berencana mendukung kegiatan konservasi Penyu di Pantai Barat Muara Opu ini," pungkasnya.
Sementara itu, aktivis Lembaga Ovata Indonesia, Erwinsyah Siregar, kepada media menyampaikan apresiasinya atas komitmen PTAR dalam melestarikan ekosistem pesisir dan ekosistem laut, utamanya Penyu yang masuk dalam kategori fauna yang dilindungi.
Erwin menjelaskan, Penyu oleh IUCN (International Union of Conservation of Nature) masuk dalam daftar merah yang berarti keberadaannya terancam punah. Perburuan terhadap Penyu oleh manusia dan predator hewan lainnya menjadi faktor habitat Penyu semakin sedikit.
Hal tersebut diperparah pula dengan siklus kawin Penyu yang sangat lambat, yaitu baru bisa kawin dan bertelur saat memasuki usia 20-30 tahun.
"Kita bersyukur, PTAR memilih menjadi agen terdepat dalam upaya konservasi Penyu dan kedepan dapat mendukung Pantai Muara Opu menjadi salah satu pusat penangkaran Penyu di Sumatera Utara," kata Erwinsyah.
Pantai Barat Muara Opu merupakan pantai peneluran penyu Samudera Hindia karena lima dari enam jenis penyu di Indonesia berada di lokasi tersebut, yakni Penyu belimbing (Dermochelys coriacea), Penyu sisik (Eretmochelys imbricata), Penyu hijau (Chelonia mydas), Penyu lekang (Lepidochelys olivacea), dan Penyu tempayan (Caretta caretta).
Dalam mengelola keanekaragaman hayati, upaya yang telah dilakukan PTAR antara lain memberikan edukasi atau sosialisasi program konservasi kepada masyarakat sekitar serta riset komposisi dan keanekaragaman flora dan fauna di area pengembangan Tambang Emas Martabe.
Selain itu, PTAR melakukan konservasi di laut dan pesisir dengan berkontribusi dalam restorasi hutan mangrove di Teluk Pandan, Tapanuli Tengah.
Apresiasi kepada PTAR turut disampaikan Sekretaris Daerah Tapanuli Selatan Sofyan Adil Siregar. Menurutnya, kegiatan ini dapat mendorong sektor pariwisata di Tapanuli Selatan.
“Semoga kerja sama yang baik dari semua pihak ini dapat kita pertahankan. Harapannya, upaya yang kita lakukan ini dapat meningkatkan kualitas habitat dan ekosistem penyu di Muara Opu,” pungkasnya. (SW25)