Penulis : Samsul Pasaribu Editor : Dian
Siddik Tanjung pelaku usaha mebel binaan PT Agincourt Resources (PTAR) Pengelola Tambang Emas Martabe, Batangtoru |
Batangtoru - Namanya Siddik Tanjung. Biasa disapa Siddik. Pada 29 Mei 2024 yang akan datang usianya genap 41 tahun.
Siddik saat ini menjadi bagian dari pelaku usaha mebel milik Koperasi Sarop Do Mulana binaan PT Agincourt Resources (PTAR). Posisinya pun cukup penting. Ia dipercaya pengurus koperasi sebagai bendahara. Sebuah posisi strategis karena menyangkut tata kelola keuangan koperasi yang menjadi 'napas' sebuah organisasi.
Banyak yang tidak percaya jika Siddik yang merupakan warga Kelurahan Wek II, Kecamatan Batangtoru, Kabupaten Tapanuli Selatan ini dulunya adalah seorang tukang parkir.
Profesi itu ia lakoni kisaran
tahun 2015. Sebagai tukang parkir Siddik hanya berpenghasilan seadanya.
“Kalau rezekinya lagi
baik bisa dapat Rp200 ribu dalam sehari. Tapi kalau nggak, bisa gak ada sama sekali,”
kisah Siddik mengawali wawancara kami di showroom usaha mebel Sarop Do Mulana, di Kelurahan Wek II, Kecamatan Batangtoru, Kab. Tapanuli Selatan, pada Sabtu siang (20/4/2024).
Dikesempatan berharga ini, Siddik menuturkan kisahnya bertransformasi dari seorang tukang parkir menjadi pelaku usaha seperti saat ini.
Tentu menjadi tukang parkir bukanlah keinginan Siddik. Pekerjaan itu harus ia lakoni untuk bertahan hidup. Latar belakang pendidikannya pun seperti orang kebanyakan. Hanya lulusan SMA sederajat.
"Sekarang kan lulusan SMA sulit mendapat pekerjaan bang. Saingannya berat-berat," ucapnya.
Siddik tidak sendiri. Bersamanya ada enam orang kawan sejalan yang nasibnya lebih kurang sama. Jika Siddik berlatar belakang tukang parkir, kawannya yang lain bekerja serabutan.
Aktivitas kerja di Koperasi Sarop Do Mulana didukung oleh mesin furnitur yang canggih dan moderen |
Namun, hasrat ingin menjadi bagian dari perusahaan yang beroperasi penuh sejak 24 Juli 2012 itu pupus. Siddik Cs tidak memenuhi syarat untuk bekerja di industri pertambangan yang harus memiliki keahlian khusus.
“Padahal kita sudah
sempat berkhayal. Lumayan juga ini gajinya kalau bisa kerja di tambang,” ucap
Siddik mengulang apa yang pernah mereka perbincangkan dulu.
Siddik berharap jika
bisa bekerja di tambang, nasibnya akan berubah lebih baik. Ia tidak lagi harus berjibaku dengan panas terik matahari dan hujan saat menata parkir di pasar.
“Tapi ya itu tadi. Kita
tidak ada skill,” ucapnya lirih mengenang hari itu.
Meskipun ditolak, Dewi
Fortuna sepertinya sedang menaungi Siddik dan kawan-kawan. Tujuh sekawan ini ditawari
oleh manajemen PTAR untuk membentuk komunitas.
“Kami setuju. Jadilah
Komunitas Mandiri Produktif atau Komapro,” beber Siddik.
Komapro sendiri merupakan
komunitas pemulung sampah di pasar Batangtoru binaan PTAR. Sampah tersebut selanjutnya diolah
sedemikian rupa menjadi pupuk kompos untuk program
peningkatan produksi pertanian di wilayah sekitar tambang.
“Jadi saya bisa dikatakan naik pangkatlah bang. Dari tukang parkir menjadi pengusaha kompos,” ucap
Siddik sambil tertawa kecil.
Profesi sebagai pemulung
sampah tersebut dilakoni Siddik kurang dari dua tahun. Hingga akhirnya, pada
tahun 2017, Komapro yang menjadi wadah Siddik dan kawan-kawan memperjuangkan
kesejahteraannya itu ‘naik pangkat’ menjadi lembaga berbadan hukum Koperasi.
“Namanya Koperasi Sarop
Do Mulana,” jelas Siddik.
Kata sarop yang berarti sampah merujuk pada latar belakang para pendiri koperasi tersebut yang dulu bekerja mengolah sampah menjadi pupuk kompos. Termasuk jenis usaha yang dijalankan berupa pengolahan sampah palet kayu menjadi aneka jenis furnitur atau perabotan yang bernilai ekonomis berbasis 3R (Reduce, Reuse dan Recycle).
“Sebenarnya kami kan
tidak ada skill di industri mebel ini. Tapi pihak PTAR menyiapkan dan melatih
kami menjadi pelaku usaha mebel yang baik,” ungkap Siddik.
Untuk menjadi pengusaha
mebel profesional, Siddik menjelaskan pihaknya harus bersungguh-sungguh
mengikuti pelatihan selama lima hari berturut-turut.
Pelatihan tersebut
difasilitasi oleh pihak tambang dengan mendatangkan langsung tenaga pelatih
berkualitas dari luar kota ke showroom usaha yang mereka jalankan.
Salah satu jenis furnitur Koperasi Sarop Do Mulana dalam tahap finishing oleh pekerjanya |
Bermodalkan ilmu pelatihan tersebut, kini Koperasi Sarop Do Mulana dengan Badan Hukum No.003790/BH/M.KUMKM.2/IV/2017, tertanggal 4 April 2017 ini, mampu mengolah palet kayu bekas ekspedisi operasional PTAR yang diberikan secara gratis, menjadi produk bermanfaat dan bernilai ekonomis seperti meja, kursi, lemari dan jenis perabotan lainnya.
Untuk palet yang bahannya tidak terpakai sama sekali dijadikan sawdust. Sawdust atau serbuk hasil penggergajian kayu tersebut dikirim ke pihak Departemen Lingkungan PTAR untuk diolah menjadi pupuk kompos.
Yang menarik, lanjut Siddik adalah modal awal yang mereka dapatkan untuk menjalankan usaha koperasi tersebut bersumber dari beberapa pesanan PTAR dengan sistem pembayanan down payment (DP) sebesar 10-20 persen dari nilai pekerjaan.
“Dari situ usaha ini
mulai berdiri tegak dan sekarang sudah memiliki modal sendiri,” beber Siddik.
“Sekarang kalau ada
pesanan (dari PTAR), kami tidak di DP lagi. Sudah ada modal sendiri,” tambahnya.
Terkait nilai jual produk furnitur ala Sarop Do Mulana ini, Siddik menjelaskan pihaknya menentukan harga berdasarkan kualitas bahan yang digunakan.
“Semakin bagus bahan
bakunya, maka harganya pun semakin mahal juga. Tapi tetap terjangkau,” ucap
Siddik.
Siddik dan kawan-kawan
bahkan rela mendatangi calon konsumen door to door untuk memasarkan dan
mempromosikan produk olahan mereka.
"Kami tunjukkan foto-foto hasil furnitur yang sudah kami kerjakan dan kami jelaskan keunggulannya," kisah Siddik.
Kini produk perabotan
karya Koperasi Sarop Do Mulana ini berhasil merambah pangsa pasar hingga keluar
kota seperti Kota Sibolga, Kab. Tapanuli Tengah dan Kota Padangsidimpuan.
“Harapannya
semoga produk kita bisa masuk ke kota-kota lainnya seperti Medan. Doakan ya bang,” pinta Siddik.
Perlahan tapi pasti. Siddik dan kawan-kawan semakin merasakan buah manis dari keputusan mereka menyetujui usulan PTAR membentuk komunitas Komapro tahun 2016 silam.
Komapro yang kini
bermetamorfosis menjadi Koperasi Sarop Do Mulana mulai menunjukkan tajinya dan
memberi manfaat yang besar terhadap para pengurus, karyawan dan masyarakat
sekitar.
Siddik tidak pernah menyangka, pekerjaan yang mereka perjuangkan untuk diri mereka sendiri dulu kini justru mampu menghidupi orang lain.
“Dulu kami hanya tujuh
orang. Seiring berjalannya waktu kini ada 24 orang karyawannya dimana 21 orang
diantaranya sudah berkeluarga. Itu belum termasuk karyawan harian yang kita
rekrut sesuai kebutuhan pekerjaan,” beber Siddik.
Bahkan, lanjut Siddik. Usaha
yang mereka jalankan sejak tujuh tahun lalu itu kini memiliki aset usaha sebesar lebih kurang Rp1,5 miliar.
“Kini kami punya mesin
pencacah, mesin furnitur, mobil pick up, gudang dan banyak lagi. Yang
jika ditotal aset yang kami Kelola saat ini lebih kurang Rp1,5 miliar, dan omzet
perbulannya mencapai belasan hingga puluhan juta rupiah,” ungkapnya.
Pamungkasnya, Siddik mengaku
bersyukur menjadi bagian dari Koperasi Sarop Do Mulana. Bagaimana tidak.
Dirinya yang dulu hanya tukang parkir, berkat kepedulian PTAR kini menjadi
pelaku usaha yang cukup berhasil dan memiliki keterampilan dibidang usaha mebel.
Keterampilan itu oleh
Siddik diakui telah mengangkat derajatnya tidak hanya dari aspek ekonomi tetapi
juga aspek sosial. Hal yang sama tentu dirasakan oleh rekan-rekan seperjuangannya.
Kini, Siddik dan
kawan-kawan telah berpenghasilan tetap. Strata sosialnya pun naik. Anak ke-7
dari tujuh bersaudara ini tidak lagi dikenal sebagai seorang tukang parkir tetapi bendahara dari sebuah usaha koperasi yang cukup berhasil.
Seperti yang diutarakan
Siddik diawal. Ia merasa ‘naik pangkat’ dari tukang parkir menjadi pengusaha
kompos.
Rupanya, ‘naik pangkat’
itu tidak berhenti disitu saja. Kini, Siddik ‘naik pangkat’ lagi menjadi
pengusaha mebel yang berhasil.
“Atas nama kawan-kawan saya menyampaikan terimakasih kepada PTAR. Berkat dorongan dan dukungan mereka kami bisa seperti sekarang ini,” ucapnya tulus.
Catatan :
Tulisan ini diikutsertakan dalam Lomba Karya Jurnalistik Tahun 2024 (LKJAR2024), yang diselenggarakan oleh PT. Agincourt Resources (PTAR), Pengelola Tambang Emas Martabe, Kec. Batangtoru, Kab. Tapanuli Selatan.